Rabu, 05 Oktober 2016

Saat Emosi Membebani: Ungkapkan Atau Diam?

Salahkah bila anak mengungkapkan isi hatinya pada orang tua? Salahkah bila seorang gadis mengungkapkan perasaan kecewa pada pemuda yang dicintainya?
Itulah dua pertanyaan besar yang masih mengganggu pikiran saya. Bagaimana tidak, saya harus berpikir ratusan kali apakah mengatakan saja hasrat hati saya atau lebih baik diam dan menyimpannya sendiri.
Beberapa jam lalu, saya sempat mengungkapkan salah satu hasrat hati saya yang terbesar pada keluarga. Efeknya sudah dapat diduga: respon negatif. Mereka marah dan melabeli pribadi saya secara negatif. Lagi-lagi mereka mengungkit seputar masa lalu. Mereka malah sempat memberikan ultimatum. Nada bicara mereka intimidatif.
Saya pun menyerah dan memutuskan tidak pernah lagi mengatakan apa pun yang menjadi hasrat terdalam di hati saya. Lebih baik saya simpan dan kelak saya wujudkan sendiri. Butuh waktu sekitar dua jam bagi saya untuk menenangkan diri dan menetralisir rasa sakit hati yang muncul.
Kasus ini bukannya baru satu-dua kali terjadi. Melainkan sudah sering saya alami. Tak sedikit pula anak-anak yang mengalaminya dalam keluarga. Ada rasa takut mengungkapkan keinginan, hasrat hati, perasaan, mengeluarkan pendapat, menanggapi permasalahan, dan sebagainya. Risiko kemarahan dan respon negatif terlalu besar. Maka jalan satu-satunya adalah tetap diam dan memendamnya sendiri.
Terkadang, anak merasakan sikap orang tua begitu keras dan tidak toleran. Orang tua tidak memahami perasaan mereka. Orang tua tidak mengerti passion, ekspektasi, ambisi, dan perasaan mereka. Menurut orang tua, pilihan mereka adalah pilihan yang terbaik. Sementara anak dilarang menentukan pilihan hidupnya sendiri. Bukankah yang menjalani semuanya adalah anak itu sendiri? Bagaimana jika si anak merasa berat dengan pilihan orang tuanya? Bagaimana jika si anak mempunyai idealisme dan pandangan lain atas suatu pilihan?
Tidak sedikit pula anak yang memiliki harapan tertentu pada sikap orang tuanya. Ada beberapa poin dalam sikap dan perlakuan orang tua yang tidak sejalan dengan karakter mereka. Bagi orang tua yang demokratis dan terbuka pada kritik serta saran, hal ini mungkin mudah. Tapi bagaimana dengan orang tua yang otoriter dan tidak bisa menerima pendapat dari anak? Ini akan menyulitkan. Anak akan selamanya merasakan betapa tidak enaknya sikap-sikap orang tua yang berada di luar harapan mereka.
Anak yang awalnya terbuka bisa menjadi tertutup lantaran menerima reaksi negatif dari orang tuanya. Reaksi negatif itu bermacam-macam, bisa berupa perlakuan kasar, hardikan, atau label negatif. Akibatnya, anak akan lebih memilih diam dan menutup diri. Menyembunyikan perasaan, menumpuknya di dalam hati, dan risiko terparah adalah keinginan kuat untuk memberontak. Anak yang pendiam justru lebih sulit ditebak. Bisa saja mereka berpotensi untuk memberontak dan melakukan hal-hal tak terduga. Wajar bila banyak anak yang lebih mempercayakan isi hati pada teman-temannya dibandingkan pada orang tuanya.
Kasus memendam emosi tidak hanya antara anak dengan orang tua. Melainkan bisa terjadi pada semua orang. Saya pribadi pun tidak hanya memendam rasa pada orang tua dan keluarga. Saya merasa kecewa pada seseorang, namun lebih baik saya pendam. Semua ini demi menjaga perasaannya dan menghindari pertengkaran.
Sebenarnya, saya lebih suka terbuka. Mudah bagi saya mengekspresikan perasaan. Namun saya melihat situasi dan kondisinya. Saya rasa, momen dan waktunya kurang tepat. Saya pun tidak ingin terjadi pertengkaran. Bisa-bisa nanti dia marah dan meninggalkan saya. Meski dapat saya rasakan kecewa ini semakin lama semakin dalam, saya mencoba sabar dan bertahan.
Banyak faktor yang membuat seseorang memendam emosinya. Pertama, karena takut menerima respon negatif. Kedua, khawatir mendapat kritikan. Ketiga, takut orang-orang di sekitarnya tidak bisa menerima perilakunya. Keempat, tidak ingin mencari masalah. Kelima, tidak ingin membesar-besarkan masalah.
Dari sisi psikologis dan kesehatan, memendam emosi berdampak negatif. Seseorang rentan mengalami stress dan Psikosomatis jika terlalu banyak menumpuk masalah. Depresi dan ketegangan menjadi dampak lainnya yang tidak kalah menakutkan.
Irma Rahayu, Soul Healer dari Emotional Healing Indonesia, menyebutkan beberapa dampak negatif dari memendam emosi. Di antaranya sistem kekebalan tubuh menurun, pernafasan tidak teratur, depresi, dan penuaan dini. Penyakit-penyakit yang berisiko diderita orang yang suka memendam emosi antara lain:
1. Alergi, penyebabnya penyangkalan pada kekuatan dan potensi diri.
2. Radang sendi, sebab perasaan tidak dicintai, ditolak, dan perasaan dikorbankan.
3. Demam, pemicunya karena rasa marah yang tidak diekspresikan.
4. Penyakit ginjal, disebabkan oleh perasaan gagal, rasa malu yang ditekan, dan kekecewaan.
5. Gastritis, penyebabnya karena rasa takut, kecemasan, dan ketidakpuasan pada diri sendiri.
6. Sakit pinggang, pemicunya adalah rasa tidak dicintai dan kekurangan kasih sayang.
7. Penyakit jantung, faktor utamanya karena rasa kesepian, rasa takut akan kegagalan, dan kemarahan.
8. Penyakit paru-paru, penyebabnya adalah rasa putus asa, lelah secara emosional, dan luka batin.
9. Kanker, penyebab utamanya adalah kebencian dan dendam.
10. Diabetes, sebab ada rasa keras kepala dan penolakan untuk disalahkan.
Dengan banyaknya risiko yang ditimbulkan akibat memendam emosi, manakah yang akan kita pilih? Tetap diam atau mengungkapkannya?
Bila pun kita tidak bisa mengungkapkannya secara maksimal, ada beberapa cara agar perasaan kita lebih tenang.
1. Mencari waktu dan ruang untuk sendiri
Bukan hanya Tulus yang butuh Ruang Sendiri, kita pun memerlukannya. Saat kita sendiri, kita bisa menenangkan diri dan melepaskan segala emosi yang berkecamuk dalam hati. Kita juga bisa melakukan self-talk (dialog pada diri sendiri) guna evaluasi, introspeksi, dan memperbaiki apa yang salah dari diri kita.
2. Curhat pada orang-orang yang bisa dipercaya
Saya pribadi suka opsi yang kedua ini. Carilah orang-orang terdekat. Bisa teman, sahabat, guru, dosen, psikolog, terapyst, konselor, atau seseorang yang dengan kata lain telah membuka kunci hati kita (seperti yang dikatakan Afgan dalam lagunya). Lalu kita utarakan emosi dan isi hati kita. Berbicara dengan mereka sedikit-banyak dapat melepaskan beban dan melegakan perasaan.
3. Menulis diary
Walau pun kesannya sudah bukan trend lagi, tak ada salahnya dicoba. Terkadang saya suka melakukannya. Terlebih hadirnya perangkat teknologi makin memudahkan saya. Saya bisa menuliskan apa saja di diary. Tak ada yang perlu ditutupi.
Dengan menulis, kita bisa mengekspresikan perasaan. Kita bisa mentransliterasikan emosi negatif ke dalam kata-kata.
4. Mencari mood buster
Tiap orang memiliki cara masing-masing untuk memperbaiki mood. Ada yang suka mengkonsumsi coklat dan es krim, traveling, hunting foto, membaca buku, mendengarkan musik, menonton film, shopping, dan berbagai aktivitas lainnya. Saya sendiri lebih memilih menyetel musik favorit saya sekeras-kerasnya, menyanyi sambil bermain piano, menyendiri, makan makanan favorit saya, atau memeluk boneka berbentuk kepala Hello Kitty saat saya ingin memperbaiki mood. Dengan mood yang baik, otomatis emosi negatif akan berkurang. Perasaan kita akan kembali netral meski sifatnya temporer. Menjaga mood tetap baik, itulah yang perlu dilakukan.
5. Memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri pada Tuhan
Saat kita jauh dari orang-orang terdekat, saat tak ada satu pun yang memahami kita, Tuhan akan selalu ada. Tuhan selalu memahami hamba-hamba-Nya. Tuhan memahami dan mengerti kesulitan kita. Jangan ragu meningkatkan komunikasi transendental kita pada Sang Pencipta. Tuhan sudah memiliki rencana yang terbaik untuk kita. Tak ada yang tak mungkin bagi-Nya. Berdoalah, memohonlah dengan sungguh-sungguh maka pintu kebahagiaan akan terbuka. Bukankah bila Tuhan berkata ‘kun fayakun’ maka akan terjadi? Apa yang tak mungkin menjadi mungkin? Dan bukankah semua ada waktunya? Sekarang kita mungkin terjebak dalam kesedihan dan keputusasaan. Tetapi nanti, kita akan mendapat anugerah yang luar biasa. Jalani dulu prosesnya, lalu kita akan merasakan hasilnya.
Pada orang tua saya, ingin saya ungkapkan bahwa saya tak ingin menjadi dosen seperti yang kalian harapkan. Saya ingin melangkah pada jalan yang saya cita-citakan dan sedang saya rintis: menjadi psikolog, terapyst, dan praktisi kesehatan. Bila kalian melabeli saya arogan dan setengah-setengah, saya terima. Namun label dari kalian akan membekas selamanya di memori saya. Allah lebih tahu, Allah yang paling tahu. Saya yang menjalani, bukan kalian. Jika kalian tak terima, saya lebih tak terima lagi ketika kalian setuju saat mobil itu dibawa kakak saya. Bukankah waktu itu tak satu pun yang mau repot-repot bertanya pendapat saya? Seakan takdir saya memang untuk mendengarkan orang lain, bukan untuk didengarkan orang lain.

Dan kepada dia yang diri dan waktu saya telah jadi miliknya, saya mengaku bila saya kecewa. Saya selalu ada untuk kamu, sesibuk apa pun saya. Kamu tak bisa selalu ada untuk saya. Waktu selalu saya coba sisihkan untuk kamu, tapi kamu tak pernah bisa menyisihkan waktu untuk saya. Padahal aktivitas, kesibukan, dan tugas saya cukup banyak. Saya selalu mengerti perasaan kamu, tapi kamu tak mengerti perasaan saya. Saya sering bertanya kepadamu, tapi kamu sering mengelak. Saya sering minta pendapat kamu terkait project yang ingin saya kerjakan, tapi kamu justru sibuk berbicara tentang tesismu tanpa pernah menjawab pertanyaan saya. Lalu setelah tesismu selesai nanti, apa lagi? Mungkin kamu akan meninggalkan saya dan lebih tidak peduli pada saya? Setelah tesismu selesai, kamu lulus, dan cita-citamu tercapai, lalu apa lagi sesudahnya? Kamu mau pergi tanpa memikirkan perasaan saya sedikit pun? Saya mengalami sendiri pernyataan Yura Yunita dalam single terbarunya, Intuisi. Saya selalu peduli padamu, tapi kamu tidak peduli pada saya. Kamu tidak mengerti jika saya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayangmu, tidak hanya kamu yang selalu saya curahi perhatian dan kasih sayang. Ada saat-saat saya rapuh, terluka, dan memerlukan seseorang. Ada saat saya kesepian dan tidak berdaya untuk membunuh kesepian itu karena semua orang tak memahami saya. Tapi kamu pun tidak tahu dan tidak mau peduli. Kamu mengulang-ulang kesalahan yang sama, selalu saya maafkan. Saya sering berkorban waktu untuk kamu, tapi kamu tidak pernah mau melakukannya demi saya. Kamu biarkan saya sendirian dan kesepian. Semoga Allah membuka mata hatimu, Dear.

Minggu, 26 Juni 2016

Sayang, Maaf Ayah Tidak Sempurna

Adriana melangkah tergesa memasuki rumah. Melempar tas dan sepatunya. Dua benda mahal itu terlempar ke karpet. Ia lalu membanting tubuhnya di sofa. Tersedu. Bulir-bulir air mata berjatuhan membasahi pipi.
“Sayang, ada apa? Lho...kamu menangis?”
Andini, sang Bunda, membuka pintu ruang tamu. Berseru cemas mendapati putri semata wayangnya menangis.
“What’s wrong, Dear?” tanya Andini lembut seraya mengusap rambut Adriana.
“Bunda, apa benar Ayah sakit keras? Apa benar Ayah akan meninggal?” Adriana balik bertanya. Suaranya bergetar, tertelan isak.
Mendengar pertanyaan itu, Andini menghela nafas. Hatinya serasa memberat oleh kenyataan pilu.
“Adriana tahu dari mana?”
“Dari Ernest. Kata Mamanya Ernest, Ayah sakit keras. Ayah nggak akan lama lagi sama kita, Bunda.” jelas Adriana.
Ternyata Ernest yang memberi tahu putri kecilnya. Andini tak tahu bagaimana itu semua bisa terjadi. Arina, Mama Ernest, memang seorang dokter spesialis Onkologi. Dialah dokter pribadi Albert, suami Andini, sejak beberapa tahun terakhir. Ya Allah, dengan cara apa ia mesti menjelaskan segalanya pada Adriana? Ia yakin, Albert pun belum mempersiapkan cara jika sewaktu-waktu Adriana tahu tentang kondisinya.
Suara isak tangis Adriana memecah lamunan Andini. Lembut didekapnya kanak-kanak delapan tahun itu. Diusap rambut panjangnya. Dicium keningnya beberapa kali.
“Sayang...Bunda dan Ayah akan jawab pertanyaan Adriana. Tapi nanti, habis buka puasa ya? Toh Ayah juga belum pulang dari kantor. Sekarang Adriana tenang dulu, oke?” hibur Andini.
**   
Fortuner silver itu menepi di halaman rumah. Seorang pria tampan berpostur tinggi dan berjas hitam turun dari mobil. Tak dapat disamarkan ekspresi kesakitan di wajahnya. Beberapa kali ia terhuyung nyaris jatuh. Anak-anak tangga di depan teras dinaikinya. Dapat ia lihat sesosok wanita cantik menanti di sana.
“Assalamualaikum, Andini.” Pria itu tersenyum, mengecup pipi istrinya.
Andini balas tersenyum dan mengecup pipi sang suami. “Waalaikumsalam, Albert.”
“Dimana Adriana?”
Mendengar Albert menyebut nama buah hati mereka, senyum Andini sedikit memudar. Albert langsung menangkap perubahan wajah wanitanya.
“Ada apa, Andini?”
“Adriana...sudah tahu kalau kamu sakit Leukemia.”
Albert terperangah. “Bagaimana dia bisa tahu?”
“Ernest yang cerita. Aku juga tidak tahu bagaimana awalnya. Tapi...”
Kalimat Andini menggantung di udara. Wajah cantiknya seketika kembali sendu. Matanya berkaca-kaca.
Albert menarik nafas panjang. Meraih tubuh Andini. Memeluknya hangat. Andini terenyak. Selalu hangat dan nyaman tiap kali suaminya memeluknya seperti ini. Harum Calvin Klein dari tubuh Albert menyejukkan indera penciumannya.
“Jangan khawatir, Andini. Aku akan jelaskan semuanya pada Adriana.” Albert berkata menenangkan.
“Kenapa harus kamu, Albert? Kenapa harus kamu yang menanggung semua ini? Pria baik sepertimu tak pantas menerimanya.” Andini terisak.
“Andini, aku...”
Tes. Tes.
Tetesan darah segar terjatuh dari hidung Albert. Andini tersentak, cepat-cepat melepas pelukan Albert. Membantu membersihkan dan menghentikan aliran darah.
“Ya Allah...apa sebaiknya kita ke rumah sakit saja?” gumam Andini.
“Tidak usah, Andini. Aku ingin menghabiskan sisa hari ini bersama kau dan Adriana. Di sini, bukan di rumah sakit.” tolak Albert halus.
Tak kuasa Andini mendebat. Ia hanya berharap Albert baik-baik saja. Pria baik hati itu sudah terlalu banyak menderita dan merasakan sakit.
**   
“Hey Sayang...lagi nulis apa?”
Albert memasuki kamar bernuansa soft pink itu. Mendekati Adriana yang sedang duduk di depan meja belajar. Mengguratkan pensil dengan cermat di buku catatannya.
Adriana berbalik. Melompat dari kursi dan memeluk erat ayahnya. Menghadiahinya kecupan hangat di pipi seperti biasa.
“Adriana habis bikin PR, Ayah.”
“Sudah selesai? Atau mau Ayah bantu?” tawar Albert.
Murid Al Irsyad Satya Islamic School itu menggelengkan kepala. “Sudah selesai, Ayah.”
“Pintar...” Albert memuji, mendaratkan belaian hangat di rambut putrinya.
Sesaat hening. Hanya terdengar desis AC di kamar itu.
“Adriana kenapa? Dari tadi Ayah perhatiin kayaknya Adriana sedih banget. Coba cerita sama Ayah...”
“Hmm...tadi Ernest cerita sama Adriana.” Anak kecil itu mulai mengungkapkan isi hatinya.
“Cerita apa?”
“Katanya, Ayah sakit. Sakitnya parah banget. Kanker darah. Bentar lagi Ayah meninggal.”
Albert mengangguk paham. Meneruskan membelai-belai rambut Adriana.
“Adriana sedih. Adriana nggak mau Ayah sakit. Ayah...Ayah yang baik banget masa dikasih penyakit sama Allah?”
Suara Adriana mengecil lalu menghilang. Tak tampak lagi air mata. Namun raut wajahnya menampakkan kesedihan mendalam.
“Maaf Sayang, Ayah tidak sempurna. Beda sama ayah teman-temannya Adriana. Tapi Adriana harus tahu satu hal: Ayah sayang banget sama Adriana.” ujar Albert lembut.
“Iya Ayah, Adriana juga sayang sama Ayah.”
Dalam gerakan slow motion, Albert memeluk Adriana. Membuainya pelan.
“Adriana masih ingat nggak, apa yang dibilang Ustaz Rizal pas Tarawih kemarin malam?” Albert menguji ingatan permata hatinya. “Ingat, Ayah.”
“Apa coba?”
“Kata Ustaz Rizal, takdir ada di tangan Allah. Rezeki, jodoh, kematian, udah ditentuin sama Allah.”
“Benar Adriana, pintar sekali anak Ayah. Allah selalu sayang sama hamba-Nya. Allah tahu mana yang terbaik buat kita semua. Semua yang ditentukan Allah buat kita jadi yang terbaik. Makanya, kita harus ikhlas pada setiap takdir Allah. Ayah ikhlas kok kena kanker darah. Ayah nggak keberatan harus rasain sakit.”
“Tapi Ayah...”
“Kalo kita ikhlas, insya Allah nggak akan terasa berat dan sakitnya. Dari pada kita terus mengeluh dan menyesali diri, lebih baik kita ikhlas. Hati lebih ringan, perasaan bahagia, dan tubuh kita lebih sehat. Karena apa? Karena ada energi positif yang membantu menyehatkan kita. Adriana paham?”
Kata demi kata terserap dalam benak Adriana. Gadis cerdas ini meresapinya, memahaminya dalam-dalam. Perlahan ia mengangguk. Bibirnya mengguratkan senyum.

“Iya, Ayah. Adriana mau ikhlas kayak Ayah. Adriana pasti dampingin Ayah terus. Karena Adriana sayang Ayah.”

Jumat, 24 Juni 2016

Kenali Lebih Dekat Chronic Lymphocytic Leukemia

Mungkin beberapa di antara kita sudah tidak asing dengan Leukemia. Ya, penyakit ini sering kali dijadikan topik dalam novel atau film. Tapi, sebenarnya apa itu Leukemia?
Leukemia ialah penyakit kelebihan sel darah putih (Leukosit). Leukosit diproduksi secara berlebihan, dan itu justru membahayakan bagi tubuh penderitanya. Berlebihnya Leukosit dapat merusak antibodi. Akibatnya, kekebalan tubuh menurun. Alhasil pengidap Leukemia rentan terhadap infeksi dan penyakit-penyakit lainnya. Bahkan penyakit ringan seperti Influenza pun dapat berdampak fatal bagi pengidap Leukemia.
Ada beberapa tipe Leukemia. Di antaranya Acute Lymphocitic Leukemia (ALL), Chronic Myeloid Leukemia (CML), Chronic Lymphocytic Leukemia (CLL). Namun di sini saya hanya akan membahas satu jenis Leukemia, yakni Chronic Lymphocytic Leukemia.
Chronic Lymphocytic Leukemia adalah kanker darah yang ditandai tingginya kadar limfosit dalam darah. Jumlah limfosit di dalam darah abnormal. Sumsum tulang memproduksinya secara berlebihan. Limfosit B, limfosit T, dan sel natural killer merupakan tiga tipe limfosit. Dan bila ketiga tipe limfosit ini jumlahnya berlebihan di dalam darah, maka ketiganya akan terakumulasi di sumsum tulang belakang, limpa, dan getah bening. Sesungguhnya limfosit B, T, dan natural killer berguna sebagai antibodi dan melawan infeksi. Akan tetapi jika jumlahnya terlalu banyak, maka ketiga limfosit ini kehilangan fungsinya yang berharga.
Penderita CLL biasanya tidak menunjukkan gejala apa pun pada stadium awal. Bisa dikatakan penyakit ini tergolong silent killer. Penyakit ini akan semakin memburuk seiring beberapa tahun.
Ketika CLL semakin parah menggerogoti, barulah muncul sejumlah gejala. Di antaranya demam, penurunan berat badan, limfadenopati, dan infeksi berulang, khususnya infeksi pernafasan. Akibat penumpukan sel B neoplastik, pasien yang asimptomatik pada saat diagnosis pada akhirnya akan mengalami limfadenopati, splenomegali, dan hepatomegali. Sebagian pasien mengalami Trombositopenia. Pada aspirasi sumsum tulang belakang, terdapat penggantian elemen sumsum tulang yang dilakukan oleh limfosit.
CLL bukannya tak memiliki komplikasi. Ada lima komplikasi yang berisiko terjadi pada pasien CLL, antara lain:
Infeksi
Hipogamaglobulinemia
Transformasi menjadi keganasan limfoid yang agresif
Komplikasi akibat penyakit autoimun
Keganasan sekunder
Sama seperti jenis kanker lainnya, CLL masih memiliki harapan untuk diobati. Setidaknya pengobatan itu bisa membantu memperpanjang harapan hidup. Sampai saat ini kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang belakang masih menjadi pilihan terbanyak. Meski demikian, ada beberapa tindakan medis lain yang dapat dicoba. Cobalah menjalani kemoterapi kombinasi, radioterapi, siklosporin pada aplasia eritrosit, antibodi monoklonal Campath, splenektomi, penggantian imunoglobulin, dan stem cell transplantation. Selain itu, penggunaan obat-obatan kortekostaroid sangat dianjurkan guna meningkatkan imunitas dalam tubuh.
Bagi kita yang masih sehat, bersyukurlah. Berkacalah pada saudara-saudara kita yang mengidap CLL. Lihatlah betapa berat perjuangan mereka. Betapa sulitnya bagi mereka untuk mempertahankan hidup. Dari sana, kita bisa mensyukuri nikmat sehat yang diberikan Allah.

Sedangkan bagi para surviver CLL, jangan menyerah. Tetap bersemangat dan berikhtiar. Iingatlah, Allah menurunkan penyakit bersama dengan obatnya.

Minggu, 19 Juni 2016

Makna Bertambahnya Usia Seseorang

Apa yang kita rasakan ketika berulang tahun? Senang? Bersyukur? Terharu?
Pastinya, ada rasa senang karena Tuhan masih berbaik hati memberi usia yang panjang. Sebab di luar sana, ada manusia-manusia yang tidak memiliki usia sepanjang usia kita. Umur menjadi berkah tersendiri yang sangat istimewa.
Ada banyak cara untuk melewati hari ulang tahun. Beberapa orang memilih dengan keluarga dan orang-orang terkasih. Ada pula yang mengungkapkan rasa syukur dan bahagianya dengan merayakan bersama anak-anak yatim atau anak-anak pengidap kanker. Ini sesungguhnya alternatif pilihan saya. Selain itu, ada yang diberi surprise party oleh orang-orang terdekatnya. Namun ada juga yang tak suka ulang tahunnya dirayakan. Individu tipe ini lebih suka menggunakan hari ulang tahunnya untuk introspeksi dan mengevaluasi diri. Seremoni tak berarti untuknya.
Banyak yang menggunakan momen ulang tahun sebagai kesempatan untuk mengerjai atau mem-bully. Biasanya mereka merencanakan mengerjai orang yang berulang tahun selama beberapa hari. Planning disusun sedemikian rupa. Kado, tart, lilin, beberapa properti lain untuk menghias, dan alat-alat untuk proses mem-bully dikumpulkan. Pada hari H, orang yang berulang tahun akan bahagia sekaligus gemas lantaran dikerjai habis-habisan.
Setiap bentuk perayaan tentunya memiliki keunikan masing-masing. Semua orang berhak merayakan ulang tahun dengan cara yang mereka sukai. Akan tetapi, di balik semua perayaan, di balik momen ulang tahun itu sendiri, sesungguhnya tersimpan makna yang luar biasa. Akan semakin baik bila kita tahu makna-makna terkandung setelah bertambahnya usia kita. Bukan hanya kesenangan dan seremonialnya yang bisa diambil, banyak pula hal positif secara spiritual yang bisa dilakukan pada momen ulang tahun.
1. Introspeksi
Momen ulang tahun dapat kita gunakan untuk merenungkan seperti apa diri kita setahun ke belakang. Kita bisa bercermin segala tindakan salah dan benar yang telah kita lakukan. Percayalah, introspeksi akan memberi banyak manfaat bagi kita ke depannya. Hasil introspeksi mampu menjadi acuan agar kita bisa memiliki kepribadian yang lebih baik lagi.
2. Membuat target
Saat berulang tahun, manfaatkan untuk membuat target. Apa saja yang ingin dicapai pada usia sekarang, bagaimana cara mencapainya, dan seberapa besar peluang untuk merealisasikannya. Dengan membuat target, hidup kita akan lebih berarti dan mempunyai tujuan yang jelas. Bukankah bagus jika mempunyai tujuan hidup yang jelas? Membuat target itu tak usah terlalu formal. Bisa saja ketika make a wish sebelum meniup lilin kita membayangkan dalam otak apa saja target yang kita capai berikut cara-cara mewujudkannya. Mengapa harus ada strategi? Agar kita bisa belajar realistis. Tak ada target yang bisa dicapai tanpa usaha dan doa. Berkah dan anugerah takkan jatuh begitu saja sebelum kita berikhtiar dengan usaha dan doa.
3. Bersyukur
Momen ulang tahun dapat menjadi ajang yang baik untuk bersyukur pada Tuhan. Tuhan masih memberi kita kesempatan untuk hidup lebih lama di dunia. Kesempatan hidup itu bisa kita gunakan untuk hal-hal positif dan banyak amal kebaikan. Syukur tidak hanya terucap lewat lisan, tapi juga dibuktikan dengan perbuatan. Lihatlah ke bawah. Lihatlah orang-orang di luar sana yang divonis dokter usianya tak lama lagi karena mengidap penyakit berbahaya. Lihatlah bahwa di luar sana ada orang-orang yang sedang meregang nyawa dan usianya diputus oleh Tuhan, tepat di hari ulang tahun kita. Lihatlah orang-orang yang harapan hidupnya tinggal sedikit dan ia tengah berdoa, memohon dipanjangkan lagi umurnya karena masih banyak yang harus diselesaikan. Setelah itu, bandingkan dengan diri kita. Kita masih sehat, kita masih bisa tersenyum di hari ulang tahun kita, masih menerima ucapan selamat ulang tahun dari orang-orang tercinta, dan bahkan masih bisa merasakan manisnya ulang tahun.
4. Belajar dari masa lalu
Sewaktu berulang tahun, renungkan masa lalu kita. Berdamailah dengan kesedihan jika kita masih menyimpannya. Ambillah pelajaran positif dari masa lalu, dan tinggalkan hal-hal negatif. Masa lalu boleh dikenang, tapi bukan untuk diungkit atau disesali.
Mungkin itulah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengisi momen ulang tahun kita agar lebih bermakna. Jadikanlah hari ulang tahun kita sebagai momen yang indah ddan penuh makna.

Tulisan ini saya persembahkan sebagai hadiah ulang tahun pada salah satu figur istimewa bagi saya. Saya telah mengenalnya sejak tahun kemarin, namun baru diberi kesempatan bicara dengannya akhir-akhir ini. Selamat ulang tahun, Wildan Syahriza. Semoga selalu sehat, sukses, dan diberi umur yang berkah. Semoga semua harapan dan cita-citanya dikabulkan Allah SWT. Terima kasih telah peduli dengan saya, terima kasih telah membantu menguatkan di saat-saat saya rapuh. Saya beruntung bisa mengenalmu. Saya menyayangimu, dan kau tahu itu. Entah, saat menulis kalimat tadi, saya meneteskan air mata. Satu hal yang pasti: kamu membuat saya tak lagi merasa sendiri. Kamu memahami saya, dan selalu bisa membuat saya tenang.

Sabtu, 18 Juni 2016

Inner Beauty, Pancarkan Fisik dan Pribadi yang Memesona

Kamis malam, ketika baru pulang dari DJ Arie School, pas sekali turun dari mobil, handphone saya berdering. Ada chat masuk. Rupanya salah seorang teman saya. Dia menanyakan apakah definisi cantik menurut saya. Pertanyaan menarik, batin saya.
Saya pun menjawab. Menurut saya, cantik adalah kondisi dimana wajah dan hati seorang wanita berada dalam proporsi yang seimbang. Kecantikan wajah harus dibarengi kecantikan hati. Untuk menumbuhkannya, diperlukan pola hidup yang bersih dan pikiran positif. Berbuat baik juga membuat fisik dan jiwa kita cantik.
Kira-kira begitulah jawaban saya. Teman saya pun mengatakan “Such a brilliant answer.”
Realitanya, kecantikan sering kali dikaitkan dengan fisik. Padahal urusan kecantikan tidak hanya terfokus pada fisik semata. Ukuran kecantikan dapat dilihat pula dari kedalaman hati. Hal ini pun berlaku pada ketampanan bagi pria.
Baik, sekarang coba saya tanya. Apa hal-hal yang menggambarkan seseorang itu cantik? Tubuh langsing? Kulit putih? Rambut panjang hitam? Lalu, saya lebarkan spektrum pertanyaan ini. Apa yang menjadi barometer ketampanan seorang pria? Postur tinggi semampai? Hidung mancung? Kulit putih?
Pada dasarnya, kecantikan dan ketampanan fisik adalah hal relatif. Tergantung perspektif dan kondisi etnis untuk melihatnya. Misalnya, orang Indonesia beramai-ramai memutihkan kulit mereka agar cantik/tampan. Sebaliknya, orang-orang Barat berlomba membuat kulit mereka sawo matang atau hitam agar terlihat eksotis. Relatif, kan?
So, itulah hakikat kecantikan dan ketampanan secara fisik. Sedangkan jika kita membangun kepribadian yang baik dan memesona, maka kita akan cantik luar dalam atau tampan luar dalam.
Tak terduga, hypnotherapyst yang telah banyak mengajari saya pun menyampaikan beberapa cara memancarkan inner beauty. Sesi konsultasi saya dengannya, dan tulisan-tulisannya tentang inner beauty, sukses menginspirasi saya.
Sebetulnya, ada sejumlah cara untuk memancarkan inner beauty dalam diri kita. Inner beauty tak hanya berlaku untuk wanita saja, melainkan juga untuk pria. Cara-cara tersebut antara lain:
1. Percaya diri
Sesempurna apa pun fisik pria atau wanita, semenawan apa pun wajah mereka, takkan ada gunanya bila mereka tidak memiliki kepercayaan diri. Mereka yang selalu merasa minder, berpikiran negatif tentang dirinya sendiri, dan bahkan berpura-pura menjadi orang lain, maka kecantikan/ketampanannya akan sia-sia. Belajarlah untuk percaya diri. Jadilah diri sendiri. Maka, orang-orang akan senang bergaul dengan kita. Orang yang percaya diri akan mendapat nilai plus dalam lingkungannya.
2. Berbuat baik untuk orang lain
Di antara keluarga besar pihak Mama dan Papa, keluarga inti saya dikenal royal. Khususnya Mama dan kakak pertama. Mereka senang berbagi, entah itu uang, makanan, atau barang pada orang-orang yang membutuhkan. Mereka juga care pada orang lain dan tak segan membantu tanpa diminta. Yang kerap kali menjadi prioritas mereka untuk dibantu adalah kakak Mama saya yang mengalami gangguan psikologis. Setiap Lebaran, selalu saja Pakde (begitu saya memanggilnya) yang paling diprioritaskan. Diberi uang dan ditanyakan perkembangan kesehatannya.
Seringnya melihat aksi sosial keluarga saya dari kecil menginspirasi saya. Saya juga ingin berbuat banyak kebaikan dan menolong sebanyak mungkin orang seperti mereka. Mereka saja bisa, kenapa saya tidak? Dan bukankah berlomba-lomba dalam kebaikan itu dianjurkan?
Banyak berbuat kebaikan, selain berpahala, ternyata dapat membuat kepribadian kita makin memesona. Pria tampan akan semakin tampan jika ia peduli pada orang lain. Wanita cantik akan makin jelita bila ia tak hanya memperhatikan diri sendiri, melainkan juga memperhatikan orang lain. Satu hal yang perlu diingat: membantu orang lain itu harus dilakukan dengan tulus.
3. Bersyukur
Tuhan menyukai hamba-Nya yang bersyukur. So, syukurilah segala yang dikaruniakan-Nya pada kita. Pria dan wanita yang sering bersyukur akan jauh lebih menawan dibandingkan mereka yang hanya bisa menggerutu dan mengeluh.
4. Sering mendoakan orang lain
Berdoa untuk diri sendiri sudah biasa. Tapi berdoa untuk orang lain? Itu baru luar biasa. Mendoakan orang lain akan berdampak baik sekali bagi diri kita. Menurut hypnotherapyst yang telah banyak mengajari saya dalam salah satu tulisannya, mendoakan orang lain akan melembutkan hati. Hati yang lembut akan membuat inner beauty terpancar. Saya setuju dengan beliau.
5. Positive thinking
Berpikiran positif banyak keuntungannya, berpikiran negatif banyak ruginya. Di sini kita sudah bisa memilih mana yang harus dilakukan. Ya, berpikir positif. Di samping membuat fisik dan psikis kita sehat, aura positif akan terpancar dalam diri kita. Orang-orang akan nyaman bersama kita karena kita memiliki aura positif. Mulai sekarang, cobalah membuang segala pikiran negatif. Gantilah hal-hal negatif itu dengan hal positif.

Itulah beberapa cara yang bisa saya sampaikan tentang membangun inner beauty. Di sini saya juga ingin menyampaikan banyak terima kasih pada Pak Aran. Terima kasih telah banyak menginspirasi dan mengajari saya. Jarang sekali ada hypnotherapyst sebaik dan sesabar Pak Aran. Lalu, saya ingin berterima kasih juga pada Albert dan Andini. Kalian adik-adikku yang sangat menginspirasi. Aku bangga dan bersyukur bisa mengenal kalian. Je t’aime.

Jumat, 10 Juni 2016

Saat Memaafkan Menjadi Teknik Hipnoterapi

Ada yang beranggapan memaafkan itu mudah. Ada pula yang berpendapat memaafkan itu susah. Mudah-tidaknya memaafkan sesungguhnya datang dari diri sendiri. Mesti ada kemauan dan niat yang tulus untuk memaafkan kesalahan orang lain.
Manusia bukanlah makhluk tanpa cela. Dalam hidupnya, selalu saja ada kesalahan yang diperbuat. Baik sengaja atau tidak. Karena kodrat manusia itulah, pintu maaf semestinya dibuka lebar.
Tak dinyana, ternyata memaafkan dapat pula diaplikasikan dalam hipnoterapi. Tekniknya dinamakan forgiveness therapy.
Dari percakapan telepon saya dengan seorang hipnoterapist yang telah banyak mengajari saya selama dua bulan ini, forgiveness therapy ini bermanfaat bagi psikologis orang yang memaafkan. Manfaatnya bukan terletak pada orang yang dimaafkan. Kondisi psikologis mereka akan lebih baik. Rasa benci, kesal, marah, dan kecewa akan lenyap. Praktis berbagai emosi negatif tak lagi dirasakan. Sebagai gantinya, perasaan positif yang akan mengisi jiwa dan pikiran kita.
Sayangnya, terdapat kendala dalam menjalankan terapi memaafkan. Seberapa besar kemauan si klien untuk memaafkan? Apakah presentase kemauannya besar, kecil, atau tidak ada sama sekali. Harus ada kesadaran dan kemauan kuat dari klien untuk memaafkan.
Cara membangkitkan kemauan untuk memaafkan yakni dengan melihatnya dari sisi positif. Banyak sisi positif dari memaafkan. Pertama, menghapus pikiran dan emosi negatif. Kedua, meringankan perasaan yang awalnya diberati kebencian dan permusuhan. Ketiga, menyembuhkan sakit hati. Keempat, memupuk keikhlasan.
Dr. Frederic Luskin dalam bukunya, Forgive for Good, memaparkan keuntungan dari sifat pemaaf. Terbukti sifat pemaaf menjadi resep ampuh untuk kesehatan dan kebahagiaan. Sifat pemaaf dapat memicu kondisi positif berupa kepercayaan diri, kesabaran, dan harapan. Keadaan positif itu bisa tercipta setelah dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, menurunnya semangat, dan stress.
Masih menurut Dr. Luskin, kemarahan yang terpelihara dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik. Bila kita terus-menerus merasakan amarah, maka adrenalin akan terbakar dan membuat kita sulit berpikir jernih. Keadaan tersebut baru teratasi dengan sifat pemaaf.
Saya pribadi setuju dengan pendapat Dr. Luskin. Terlebih setelah menerapi seorang kawan saya. Ia sulit memaafkan orang lain dan terus-menerus menumpuk dendam dalam hatinya. Lalu saya tanyakan apa reaksi fisik yang dia rasakan. Dia menjawab, kepala sangat sakit bahkan terasa mau pecah. Hati pun tak tenang. Dari sini, pelan-pelan saya mengajaknya untuk merenungi dampak negatif dari menumpuk dendam dan menolak memaafkan. Saya juga mengajaknya melihat, adakah dampak positif dari menyimpan dendam itu? Dia menjawab tidak ada. Saya pun mencoba menarik kesimpulan dari dirinya sendiri, bahwa menyimpan dendam, kebencian, dan kemarahan hanya menimbulkan dampak negatif. Dampak negatifnya bukan hanya secara psikologis, melainkan juga secara fisik. Sebaliknya, jika sifat pemaaf dimunculkan dan dendam dihilangkan, yang dirasakan ialah dampak positif.

So, di sini saya mengajak Anda semua untuk memaafkan. Memang tak mudah pada awalnya. Apa lagi bila masalah yang dialami tergolong besar. Namun percayalah, jika ada niat dan kemauan yang tulus, semuanya akan menjadi mudah. Mari tumbuhkan sifat pemaaf dalam diri kita.

Senin, 06 Juni 2016

Manfaat Sujud Dari Sisi Medis

Umat Islam diperintahkan untuk shalat. Dalam shalat, terdapat sejumlah gerakan yang kita lakukan. Salah satunya ialah sujud.
Saya pribadi paling menyukai gerakan yang satu ini. Rasanya pikiran menjadi tenang dan tubuh rileks perlahan-lahan saat sujud. Dan di saat sujud itulah, sesungguhnya kita sangat dekat dengan Allah. Maka, disarankan untuk berlama-lama ketika sujud. Bahkan Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar kita berlama-lama sujud di rakaat terakhir seraya memohon doa atas segala keinginan kita.
Bukan hanya hikmah spiritual yang didapatkan. Ternyata, sujud pun memiliki manfaat dari sisi medis. Mau buktinya?
Seorang Neuroscience dari ST Edward’s University, Dr. Fidelma O’leary Phd, telah membuktikannya. Dalam kajiannya, terdapat beberapa urat di otak manusia yang tidak bisa dimasuki darah. Darah baru tersalurkan ke urat-urat tersebut dalam posisi sujud. Akan tetapi, urat-urat itu hanya memerlukan aliran darah pada waktu-waktu yang ditentukan, yakni saat shalat. Shubuh, Zuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.
Posisi otak terletak di atas jantung. Sedangkan jantung hanya bisa memberikan pasokan 20% darah ke otak. Praktis, gerakan sujud dapat membantu menguatkan aliran darah ke otak.
Ada pula manfaat-manfaat sujud lainnya di bidang medis, antara lain:
1. Membetulkan kedudukan organ pada tempatnya.
2. Melegakan pernafasan.
3. Melegakan paru-paru.
4. Bagi penderita Apendiks, sujud dapat membantu mengurangi rasa sakit.
5. Meringankan pelvis.
6. Mengurangi sulit tidur atau insomnia.
7. Menguatkan otot bahu, dada, punggung, leher, dan perut.
8. Meminimalisir dampak obesitas.
9. Mengurangi risiko terkena penyakit Apoplexia dan Arteriosclereosis.

Secara psikologis, sujud juga mempunyai dampak positif. Dengan bersujud kita merasa rendah diri di depan Sang Khalik. Alhasil sifat-sifat sombong, arogan, angkuh, dan tinggi hati perlahan akan terkikis dari pikiran dan perasaan kita.

Sabtu, 28 Mei 2016

Bersedih Adalah Hak Semua Orang

Semua orang pasti pernah bersedih, bukan? Sebab manusia diciptakan dengan akal, pikiran, dan perasaan. Ia bisa merasakan berbagai emosi. Sedih, bahagia, putus asa, dan kecewa.
Jujur, saya menulis ini dalam keadaan sedih. Ya, saya sedang sedih. Sedih lantaran sosok malaikat pemberi inspirasi itu tak menyadari jika saya care padanya, saya belum bisa bicara dengan sosok malaikat itu, saya belum bisa ikut broadcasting school dalam waktu dekat, revisi skenario belum jelas, dan saya juga bersedih atas pria pengidap HIV/AIDS yang baru saya kenal. Dianya biasa saja, malah saya yang sedih. Sudahlah...mungkin karena saya terlalu berempati padanya.
Saya larut dalam berbagai pikiran. Satu masalah selesai, datang lebih banyak masalah lainnya.
Dalam keluarga, saya dilarang bersedih. Sedih bukan hal yang dibolehkan di rumah. Ibu saya malah sering bilang “Kamu jangan menangis” “Pokoknya kamu nggak boleh sedih”. Praktis, saya tak bisa menumpahkan kesedihan atau berkeluh kesah secara mendalam jika berada di rumah. Saya tak bisa mengekspresikan perasaan di tengah-tengah keluarga. Asumsi saya, keluarga, terutama ibu saya, tidak menyukai adanya kesedihan dan air mata.
Ingin rasanya saya mengkritisi pandangan itu. Namun saya tak bisa begitu saja mengkritisi pandangan keluarga, terlebih mereka semua lebih tua dari saya.
Menurut saya, bersedih adalah hak setiap orang. Apa lagi tiap orang memiliki masalah dalam hidupnya. Tak jarang masalah-masalah tersebut memicu datangnya kesedihan.
Ketegaran dan kesabaran tentu ada batasnya. Ada kalanya kita benar-benar tak bisa lagi menguatkan hati dan pikiran atas segala problematika yang mendera. Maka timbul dorongan kuat untuk bersedih.
Perasaan sedih menjadi hal yang manusiawi. Sama halnya dengan rasa marah. Dapat dikatakan kita semua berhak untuk sedih dan mengungkapkannya. Hanya saja, jangan sampai kesedihan diungkapkan secara berlebihan dan berlangsung secara berlarut-larut. Cepat atau lambat kita mesti bangkit dan kembali bersemangat.
Kesedihan dapat diungkapkan dengan berbagai cara. Salah satunya yang sering dilakukan adalah menangis. Sementara dalam dunia kesehatan, menangis memiliki banyak manfaat. Di antaranya mencegah dehidrasi pada membran mata, sebagai antibakteri, menurunkan level stress, dan menurunkan level depresi. Terbukti bukan, mengungkapkan kesedihan bisa mendatangkan manfaat yang menyehatkan?

Jangan ragu untuk mengungkapkan kesedihan. Namun jangan lupa untuk bangkit dan menyelesaikan semua permasalahan begitu perasaan kita lebih baik. Tak ada salahnya pula memberi penghiburan bagi orang-orang yang tengah bersedih saat kita bertemu mereka. Penghiburan itu bisa dalam bentuk apa saja. Pelukan, sentuhan kasih sayang, solusi, memberi perhatian lebih, dll. So, jangan menyabotase hak prerogatif seseorang untuk bersedih dan mengungkap kesedihan. Akan lebih baik jika kita memberi penghiburan dan meringankan beban yang menghimpit perasaannya.

Pelukan, Terapi Ampuh Untuk Kesehatan

Hari Senin lalu, saya menjemput kakak pertama saya dari Bandara Husein Sastranegara. Saya tiba di bandara lebih awal, sekitar pukul 16.00. Setengah jam sebelum pesawat yang ditumpangi kakak mendarat.
Begitu announcer mengumumkan kedatangan pesawat Citilink dari Palembang, saya bergegas melangkah ke depan check in room. Beruntung hari itu penglihatan masih mau bekerjasama dengan baik. Alhasil saya tak kesulitan menemukan pintu ruangan.
Beberapa menit menunggu, keluarlah kakak saya dari ruang check in. Hal pertama yang ia lakukan ialah menyapa dan melingkarkan lengannya memeluk saya. Inilah yang paling saya suka. Saya pun dengan tulus membalas pelukannya. Lalu kami beranjak meninggalkan bandara.
Dari peristiwa kecil ini saya ingin menyoroti satu hal: pelukan. Ya, sejak kecil saya pribadi menyukai pelukan. Bagi saya, pelukan menciptakan kedekatan dan kehangatan dengan orang-orang terkasih. Ada rasa nyaman saat menerima pelukan. Secara tidak langsung, individu yang memberi pelukan menampakkan kepedulian, perhatian, simpati, kasih sayang, dan empati. Tak usah mengucap kata, cukup dengan pelukan. Hal itu telah mencerminkan bentuk kasih sayang secara non-verbal.
Meski menyukai pelukan, saya tak begitu sering mendapatkannya. Terlebih keluarga saya bukan tipikal keluarga romantis. Di keluarga kecil, contohnya. Hanya kakak pertama dan ibu saya yang suka memeluk. Sedangkan ayah dan kakak kedua saya tak suka memberi pelukan. Kendati ibu dan kakak pertama tak keberatan untuk memeluk, sudah jarang saya menerimanya. Sedangkan di keluarga besar, hanya beberapa sepupu, eyang putri, dan Uncle yang suka memeluk. Selebihnya tak menyukai interaksi fisik semacam itu. Auntie dan banyak sepupu lainnya tidak pernah menerapkan kebiasaan seperti itu.
Jika dilihat dari sisi medis, pelukan memiliki sejumlah manfaat. Sama halnya dengan tertawa, pelukan pun menjadi terapi ampuh untuk beberapa masalah kesehatan. Dilansir dari Mindbodygreen, pelukan bermanfaat untuk meredakan depresi, kecemasan, dan stress. Para ahli kejiwaan merekomendasikan delapan pelukan untuk meningkatkan indeks kebahagiaan. Delapan pelukan itu juga berfungsi untuk meningkatkan keharmonisan hubungan.
Seorang terapis keluarga, Virginia Satir, menyarankan beberapa jumlah pelukan. 4 pelukan untuk bertahan hidup, 8 pelukan untuk kesehatan, dan 12 pelukan untuk pertumbuhan.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa tindakan simple berupa pelukan dapat menambah hormon oksitosin. Hormon ini berguna sekali untuk tubuh. Meningkatkan kepercayaan diri, keyakinan diri, mengurangi rasa takut, menyalurkan kasih sayang dan ketenangan. Hormon oksitosin juga berfungsi menurunkan tekanan darah, meningkatkan antibodi, melawan infeksi, melawan kelelahan, dan serta meminimalisir stress dan depresi.
Sementara pelukan pada anak dapat meningkatkan kecerdasan otak. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pelukan tak hanya mempererat ikatan kasih sayang. Melainkan untuk menguatkan fisik, emosi, psikis, dan kesehatan.
Keunikan dari pelukan adalah orang yang dipeluk maupun memeluk akan merasakan manfaat yang sama. Agar bisa memberi pelukan yang berkualitas, lenyapkan hal-hal yang mengganggu saat kita sedang memberi pelukan. Hal-hal tersebut bisa berupa urusan pekerjaan, tugas kuliah, permasalahan yang belum selesai, dll. Memeluk seseorang dengan kepala penuh persoalan akan membuat energi positif tidak dapat tersalurkan dengan baik.
Saat memeluk, usahakan tangan kita tidak memegang benda-benda lainnya. Gadget, tas, gantungan kunci, atau barang apapun, letakkan dulu. Biarkan tangan kita leluasa memeluk dengan lembut dan hangat.
Sayangnya, masih banyak individu yang belum menyadari banyaknya manfaat pelukan. Alhasil pelukan dianggap kurang lazim. Sebab itulah banyak orang yang gengsi atau ragu ketika ingin memeluk atau minta dipeluk.

So, di sini saya ingin mengajak kalian semua. Janganlah ragu untuk memberi pelukan. Berikan kehangatan, energi positif, dan kasih sayang pada siapa saja yang membutuhkannya. Sentuhan kasih sayang, dalam hal ini pelukan, memberi manfaat yang baik sekali. Bukankah memberi kasih sayang dan membantu menenangkan perasaan orang lain tidak merugikan? Justru kita memperoleh banyak keuntungan, baik fisik maupun psikologis?

Sabtu, 21 Mei 2016

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Mereka Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebatt Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!