Sabtu, 28 Mei 2016

Bersedih Adalah Hak Semua Orang

Semua orang pasti pernah bersedih, bukan? Sebab manusia diciptakan dengan akal, pikiran, dan perasaan. Ia bisa merasakan berbagai emosi. Sedih, bahagia, putus asa, dan kecewa.
Jujur, saya menulis ini dalam keadaan sedih. Ya, saya sedang sedih. Sedih lantaran sosok malaikat pemberi inspirasi itu tak menyadari jika saya care padanya, saya belum bisa bicara dengan sosok malaikat itu, saya belum bisa ikut broadcasting school dalam waktu dekat, revisi skenario belum jelas, dan saya juga bersedih atas pria pengidap HIV/AIDS yang baru saya kenal. Dianya biasa saja, malah saya yang sedih. Sudahlah...mungkin karena saya terlalu berempati padanya.
Saya larut dalam berbagai pikiran. Satu masalah selesai, datang lebih banyak masalah lainnya.
Dalam keluarga, saya dilarang bersedih. Sedih bukan hal yang dibolehkan di rumah. Ibu saya malah sering bilang “Kamu jangan menangis” “Pokoknya kamu nggak boleh sedih”. Praktis, saya tak bisa menumpahkan kesedihan atau berkeluh kesah secara mendalam jika berada di rumah. Saya tak bisa mengekspresikan perasaan di tengah-tengah keluarga. Asumsi saya, keluarga, terutama ibu saya, tidak menyukai adanya kesedihan dan air mata.
Ingin rasanya saya mengkritisi pandangan itu. Namun saya tak bisa begitu saja mengkritisi pandangan keluarga, terlebih mereka semua lebih tua dari saya.
Menurut saya, bersedih adalah hak setiap orang. Apa lagi tiap orang memiliki masalah dalam hidupnya. Tak jarang masalah-masalah tersebut memicu datangnya kesedihan.
Ketegaran dan kesabaran tentu ada batasnya. Ada kalanya kita benar-benar tak bisa lagi menguatkan hati dan pikiran atas segala problematika yang mendera. Maka timbul dorongan kuat untuk bersedih.
Perasaan sedih menjadi hal yang manusiawi. Sama halnya dengan rasa marah. Dapat dikatakan kita semua berhak untuk sedih dan mengungkapkannya. Hanya saja, jangan sampai kesedihan diungkapkan secara berlebihan dan berlangsung secara berlarut-larut. Cepat atau lambat kita mesti bangkit dan kembali bersemangat.
Kesedihan dapat diungkapkan dengan berbagai cara. Salah satunya yang sering dilakukan adalah menangis. Sementara dalam dunia kesehatan, menangis memiliki banyak manfaat. Di antaranya mencegah dehidrasi pada membran mata, sebagai antibakteri, menurunkan level stress, dan menurunkan level depresi. Terbukti bukan, mengungkapkan kesedihan bisa mendatangkan manfaat yang menyehatkan?

Jangan ragu untuk mengungkapkan kesedihan. Namun jangan lupa untuk bangkit dan menyelesaikan semua permasalahan begitu perasaan kita lebih baik. Tak ada salahnya pula memberi penghiburan bagi orang-orang yang tengah bersedih saat kita bertemu mereka. Penghiburan itu bisa dalam bentuk apa saja. Pelukan, sentuhan kasih sayang, solusi, memberi perhatian lebih, dll. So, jangan menyabotase hak prerogatif seseorang untuk bersedih dan mengungkap kesedihan. Akan lebih baik jika kita memberi penghiburan dan meringankan beban yang menghimpit perasaannya.

Pelukan, Terapi Ampuh Untuk Kesehatan

Hari Senin lalu, saya menjemput kakak pertama saya dari Bandara Husein Sastranegara. Saya tiba di bandara lebih awal, sekitar pukul 16.00. Setengah jam sebelum pesawat yang ditumpangi kakak mendarat.
Begitu announcer mengumumkan kedatangan pesawat Citilink dari Palembang, saya bergegas melangkah ke depan check in room. Beruntung hari itu penglihatan masih mau bekerjasama dengan baik. Alhasil saya tak kesulitan menemukan pintu ruangan.
Beberapa menit menunggu, keluarlah kakak saya dari ruang check in. Hal pertama yang ia lakukan ialah menyapa dan melingkarkan lengannya memeluk saya. Inilah yang paling saya suka. Saya pun dengan tulus membalas pelukannya. Lalu kami beranjak meninggalkan bandara.
Dari peristiwa kecil ini saya ingin menyoroti satu hal: pelukan. Ya, sejak kecil saya pribadi menyukai pelukan. Bagi saya, pelukan menciptakan kedekatan dan kehangatan dengan orang-orang terkasih. Ada rasa nyaman saat menerima pelukan. Secara tidak langsung, individu yang memberi pelukan menampakkan kepedulian, perhatian, simpati, kasih sayang, dan empati. Tak usah mengucap kata, cukup dengan pelukan. Hal itu telah mencerminkan bentuk kasih sayang secara non-verbal.
Meski menyukai pelukan, saya tak begitu sering mendapatkannya. Terlebih keluarga saya bukan tipikal keluarga romantis. Di keluarga kecil, contohnya. Hanya kakak pertama dan ibu saya yang suka memeluk. Sedangkan ayah dan kakak kedua saya tak suka memberi pelukan. Kendati ibu dan kakak pertama tak keberatan untuk memeluk, sudah jarang saya menerimanya. Sedangkan di keluarga besar, hanya beberapa sepupu, eyang putri, dan Uncle yang suka memeluk. Selebihnya tak menyukai interaksi fisik semacam itu. Auntie dan banyak sepupu lainnya tidak pernah menerapkan kebiasaan seperti itu.
Jika dilihat dari sisi medis, pelukan memiliki sejumlah manfaat. Sama halnya dengan tertawa, pelukan pun menjadi terapi ampuh untuk beberapa masalah kesehatan. Dilansir dari Mindbodygreen, pelukan bermanfaat untuk meredakan depresi, kecemasan, dan stress. Para ahli kejiwaan merekomendasikan delapan pelukan untuk meningkatkan indeks kebahagiaan. Delapan pelukan itu juga berfungsi untuk meningkatkan keharmonisan hubungan.
Seorang terapis keluarga, Virginia Satir, menyarankan beberapa jumlah pelukan. 4 pelukan untuk bertahan hidup, 8 pelukan untuk kesehatan, dan 12 pelukan untuk pertumbuhan.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa tindakan simple berupa pelukan dapat menambah hormon oksitosin. Hormon ini berguna sekali untuk tubuh. Meningkatkan kepercayaan diri, keyakinan diri, mengurangi rasa takut, menyalurkan kasih sayang dan ketenangan. Hormon oksitosin juga berfungsi menurunkan tekanan darah, meningkatkan antibodi, melawan infeksi, melawan kelelahan, dan serta meminimalisir stress dan depresi.
Sementara pelukan pada anak dapat meningkatkan kecerdasan otak. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pelukan tak hanya mempererat ikatan kasih sayang. Melainkan untuk menguatkan fisik, emosi, psikis, dan kesehatan.
Keunikan dari pelukan adalah orang yang dipeluk maupun memeluk akan merasakan manfaat yang sama. Agar bisa memberi pelukan yang berkualitas, lenyapkan hal-hal yang mengganggu saat kita sedang memberi pelukan. Hal-hal tersebut bisa berupa urusan pekerjaan, tugas kuliah, permasalahan yang belum selesai, dll. Memeluk seseorang dengan kepala penuh persoalan akan membuat energi positif tidak dapat tersalurkan dengan baik.
Saat memeluk, usahakan tangan kita tidak memegang benda-benda lainnya. Gadget, tas, gantungan kunci, atau barang apapun, letakkan dulu. Biarkan tangan kita leluasa memeluk dengan lembut dan hangat.
Sayangnya, masih banyak individu yang belum menyadari banyaknya manfaat pelukan. Alhasil pelukan dianggap kurang lazim. Sebab itulah banyak orang yang gengsi atau ragu ketika ingin memeluk atau minta dipeluk.

So, di sini saya ingin mengajak kalian semua. Janganlah ragu untuk memberi pelukan. Berikan kehangatan, energi positif, dan kasih sayang pada siapa saja yang membutuhkannya. Sentuhan kasih sayang, dalam hal ini pelukan, memberi manfaat yang baik sekali. Bukankah memberi kasih sayang dan membantu menenangkan perasaan orang lain tidak merugikan? Justru kita memperoleh banyak keuntungan, baik fisik maupun psikologis?

Sabtu, 21 Mei 2016

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Mereka Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebatt Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!

Komunitas Bisa, Orang-Orang Hebat Yang Luangkan Waktu Demi Memotivasi Anak

 Hai, readers. Hari ini, tanggal 21 Mei 2016. Hari yang istimewa menurut saya? Kenapa istimewa? Karena.....taraaaaaa...saya ketemu lagi sama Komunitas Bisa!
Sebelumnya, apa sih Komunitas Bisa itu? Saya ceritakan sedikit tentang komunitas yang satu ini.
Komunitas Bisa merupakan singkatan dari Bangkitkan Inspirasi Anak Bangsa. Berawal dari kegiatan Kelas Inspirasi Bandung 3, khususnya kelompok SD Langensari. Sasaran kegiatan Komunitas Bisa adalah siswa-siswi SMP. Komunitas ini bersifat nirlaba dan bergerak di bidang pendidikan. Anggotanya terdiri dari berbagai background dan profesi. Tiap empat bulan sekali Komunitas Bisa melakukan kegiatan berbagi pengalaman dan inspirasi dalam satu hari yang dinamakan Hari Berbagi.
Ada tiga nilai dasar dalam Komunitas Bisa. Belajar pada alam, memahami dari pengalaman, dan berbakti pada kampung halaman.
Itulah sekilas tentang Komunitas Bisa. Nah, kenapa saya bisa gabung di komunitas yang keren dan inspiratif itu? Saya diajak bergabung oleh Pak Indra, Ajudan Wali Kota Bandung. Saya mulai bergabung di Komunitas Bisa pada awal tahun ini, tepatnya 16 Januari 2016 di Hari Berbagi 4. Waktu itu kegiatan dilaksanakan di SMP FK Bina Muda Cicalengka.
Komunitas Bisa beranggotakan orang-orang dari berbagai profesi dan background. Ada Kang Renza (pengusaha di bidang industri sabun), Teh Inez (entrepreneur), Kang Erwin (psikolog), Dokter David, Ibu Nur (Kepala Puskesmas), Teh Fitri (HRD), Kang Jance (barista), Kang Arif Hidayat Adam (astronomer), Kang Gandhi (staf di Kantor Pajak), Teh Nita (MC dan marketing properti), Teh Winda (telekonsultan), Kang Surya (programmer), Koh Wandi Tan (pengusaha rumah makan0), Teh Masayu (internal audit), Teh Merisca (analis bisnis), Bu Evi, Teh Yani, Imas Sensei, Teh Susan, Teh Mila (guru), dan masih banyak lagi. Hebatnya, ada pula anggota Komunitas Bisa yang berasal dari Jakarta. So, mereka melakukan perjalanan jauh dari Jakarta ke Bandung demi Hari Berbagi. Contohnya Teh Merisca, Kang Faisal, dan beberapa relawan lainnya.
Malam sebelumnya, saya sempat nge-tweet dan nge-mention akun Twitter Komunitas Bisa di @KomunitasBisaID ceritanya mau kasih semangat gitu buat Hari Berbagi besoknya. Seru deh...di group Whatsapp juga ramai terus. Karena biasanya Komunitas Bisa diskusinya di group itu.
Di Hari Berbagi 5 ini, kami mendatangi SMP Raksanagara Cihampelas. Letaknya di Jalan Desa Tanjung Jaya Kecamatan Cihampelas Kabupaten Bandung Barat. Awalnya saya mau berangkat bareng Kang Erwin dan kawan-kawan, tapi akhirnya nggak jadi. Saya putuskan bawa mobil aja dari rumah.
Jam 05.50, saya berangkat dari rumah. Bisa dibayangkan, rumah saya di daerah timur Bandung. Terus saya pergi ke bagian barat Bandung. Wow...jauhnyaaa. But it’s ok. Saya udah biasa kok pergi jauh. Toh saya suka jalan-jalan dan mengeksplor daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Kebetulan, daerah Cihampelas Bandung Barat ini belum pernah saya kunjungi.
Sampai di jalan tol, hujan mengguyur deras. Alhamdulillah, berkah Illahi. Wiper mobil bergerak pelan menyapu sisa-sisa air hujan yang membekas di kaca. Anehnya, pas keluar tol, hujan berhenti. Yah, nggak apa-apa. Segi positifnya, udara jadi sejuk dan segar.
Ditemani lagu History-nya One Direction, mobil meluncur mulus menyusuri areal Taman Kopo Indah. Keluar dari Taman Kopo Indah, saya melewati Cipatik, Patrol, dan Cililin. Sempat happy juga pas lewat Desa Mekarjaya. Dikiranya udah dekat, nggak tahunya masih lima kilo lagi. Hahaha...terlalu optimis.
Walaupun udah dibantu GPS, tetap saja terjadi risiko nyasar. Salah belok...tanya sana-sini, barulah sampai di sekolah. Malah ada seorang ibu-ibu yang bilang gini pas selesai ditanya, “Tadi juga ada satu mobil yang nanyain SMP Raksanagara.” Kayaknya ibu-ibu itu udah tahu gitu ya, tujuan saya mau kemana.
Selang 1.5 jam, saya sampai di SMP Raksanagara. Awalnya waswas juga, dugaan awal nggak dapat parkir. Tapi akhirnya dapat parkir juga. Sudah ada lima mobil yang datang. Saya khawatir, jangan-jangan saya terlambat. Tapi nggak tahunya saya belum terlambat. Masih ada lagi yang ditunggu.
Turun dari mobil, saya langsung dihadiahi pelukan dari beberapa anggota Komunitas Bisa. Saya menyukai pelukan, dan saya senang menerimanya dari mereka. Rasanya hangat, penuh cinta, dan penuh rindu. Setelah empat bulan lamanya, akhirnya kami bertemu lagi. Bersama-sama kami memasuki ruangan brieffing. Bu Evi menggandeng tangan saya, dan beliau duduk bersama saya di dalam ruangan.
Tiba di ruang brieffing, saya disambut Kang Renza. Seperti biasa, pembawaan hangatnya membuat saya nyaman dan tenang. Senang rasanya bisa diberi kesempatan bertemu lagi. Saya perhatikan, Ketua Komunitas Bisa yang satu ini memakai pakaian putih, sama seperti waktu Hari Berbagi 4. Putih, warna favorit saya. Dan pakaian yang saya kenakan tadi juga berwarna putih.
Mulailah kami brieffing. Pertama oleh Ketua Panitia, yaitu Teh Susan. Disusul perkenalan oleh anggota-anggota baru. Seperti biasa, bukan Komunitas Bisa namanya jika tanpa canda dan tawa. Ada saja humor yang terselip, dan suasana benar-benar nyaman.
Usai brieffing, para relawan yang kebagian jam pertama bergegas ke kelas masing-masing sesuai jadwal. Saya mendapat giliran jam kedua. Praktis saya masih bisa bersantai sejenak di ruang bersama beberapa relawan motivator lainnya. Kami melewatkan waktu dengan sharing dan diskusi.
Sampai akhirnya, tibalah giliran saya di jam kedua untuk mengisi kelas motivasi. Saya ditempatkan di kelas 8B. Letak ruang kelasnya di bagian belakang. Saya memasuki kelas bersama Teh Susan.
As usual, saya memulainya dengan ucapan salam dan selamat pagi. Mula-mula saya menjelaskan tentang kehidupan saya. Bagaimana saya mulai menulis dan menjadi penyiar radio, tentang novel-novel saya, tentang skenario, radio, dan kegiatan sosial. Sebab judul materi yang saya bawakan adalah “Mencintai dan Mengisi Hidup Dengan Kebaikan”. Saya membagikan skenario The Angel’s Melody pada anak-anak. Thanks banget buat Teh Susan yang udah bantu saya edarin skenario itu dari satu meja ke meja. Saya jelaskan sedikit tentang istilah-istilah dalam skenario, seperti int, ext, montage, dan penomoran dalam scene. Mudah-mudahan mereka paham dengan penjelasan saya. Saya khawatir penjelasannya tidak dimengerti. Awalnya, ingin saya masukkan sedikit materi tentang hipnoterapi. Cabang ilmu terapi penyembuhan yang baru-baru ini sedang saya tekuni. Namun setelah dihitung-hitung, sepertinya durasi tak memungkinkan.
Setelah menyampaikan materi, saya menugaskan mereka menulis tentang kesan dan pesan pada para motivator. Setelah selesai, mereka membacakan tulisan itu satu per satu di depan kelas. Tujuan saya untuk melatih teknik menulis dan public speaking. Bagi tulisan terbaik, saya menghadiahkan salah satu dari tiga skenario yang saya bawa.
Beberapa menit berlalu. Semula saya duduk di depan meja guru. Lalu saya bangkit dan berkeliling di antara anak-anak. Mengamati cara kerja mereka dan menjawab pertanyaan. Saya ingat, ada siswi yang aktif bertanya pada saya. Namanya Wulan. Saya takkan melupakan siswa semacam itu. Sambil menunggu mereka menulis, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Rumah Cinta, rumah singgah khusus anak-anak pengidap kanker. Saya memotivasi mereka untuk mengisi hidup dengan kebaikan dan menumbuhkan empati.
Akhirnya, lantaran takut durasi tak mencukupi, saya menyudahi waktu pengerjaan. Saya meminta anak yang sudah selesai untuk maju ke depan dan membacakan hasil tulisannya. Tak ada yang mau. Saya sempat menawari Wulan, namun ia tak mau. Saya heran, bukankah dia yang tadi aktif bertanya? Tapi tak mengapa, lalu saya tunjuk murid lain. Namanya Fikri. Ia maju ke depan dan membacakan tulisannya. Actually, tulisannya cukup bagus. Lalu saya minta ia menunjuk temannya untuk maju selanjutnya. Begitu seterusnya, satu per satu anak maju ke depan. Ada saja kelucuan yang mereka tertawakan saat teman-teman mereka maju.
Bel tanda berakhirnya jam kedua mengakhiri kebersamaan saya dengan kelas 8B. Sayangnya, tak semua anak sempat membacakan tulisannya. Meski demikian, saya menghadiahkan skenario pada siswa yang tulisannya terbaik. Dan pemenangnya jatuh pada Fikri. Saya mengingatkan ia untuk meminjamkan skenario pemberian saya jika ada teman yang ingin meminjamkannya. Ia tersenyum dan mengucap terima kasih.
Setelahnya saya kembali ke ruang brieffing. Bertemu dan ngobrol lagi dengan relawan-relawan motivator yang stay di sana. Dalam sekejap, suasana ramai kembali tercipta. Kocak, semarak, dan...bikin kangen. Asyik deh pokoknya. Saya nyaman bersama mereka. Mereka dewasa, tapi humoris. Candaan mereka menyenangkan, namun merekapun berpikiran dewasa. Saya suka itu. Mereka adalah orang-orang yang pintar, dewasa, sukses dengan kariernya, dan inspiratif. Jiwa sosial mereka pun tinggi. Bagaimana tidak, mereka bersedia meluangkan satu hari dari kesibukan demi memotivasi anak-anak yang bersekolah di daerah pelosok seperti ini. Kegiatan ini gratis, mereka menjadi motivator tanpa dibayar. Bukankah positif sekali? Membuat jiwa sosial dan kepedulian menjadi terasah? Saya senang sekali bisa menjadi bagian dari orang-orang hebat ini.
Tibalah waktu istirahat. Kami pindah ke aula. Sebab acara setelah jam istirahat akan dipusatkan di sana.
Usai istirahat, anak-anak berdatangan ke aula. Mereka dikondisikan untuk berbaris rapi. Ada dua sesi dalam rangkaian terakhir acara Hari Berbagi 5 ini. Ada sesi problem solver. Ini khusus untuk tiga anak terpilih dari tiap kelas. Format problem solver ini berupa mencari dan memecahkan masalah di lokasi sekolah. Intinya, membuat project agar kondisi sekolah lebih baik lagi. Anak-anak itu diminta mewawancarai guru dan teman-teman mereka. Lalu mereka membuat presentasi tentang project itu, estimasi pendanaan, cara-cara merealisasikan project, dan jangka waktu project. Mereka dibagi dalam tiga group. Group A, B, dan C.
Sementara anak-anak perwakilan kelas membahas problem solver di luar aula, murid-murid lainnya diberikan sesi yang tak kalah seru. Mulai dari ice breaking berupa senam pinguin, sulap, pemutaran film dan video, dan lima langkah meraih mimpi. Semua ini tentu berkat partisipasi anggota baru dan astronomer kami, Kang Arif Hidayat Adam.
Selesai persiapan presentasi, satu per satu group problem solver mempresentasikan hasilnya. Group A dan B mengajukan project perbaikan toilet sekolah. Group C mengajukan project pengadaan air bersih di sekolah. Semua presentasinya bagus-bagus. Hanya terpilih satu pemenang, grup B terpilih sebagai pemenangnya. Akan tetapi bukan berarti group A dan C tidak mendapat hadiah.
Usai pembagian hadiah, berlangsung sesi foto. Anak-anak berfoto bersama semua relawan. Acara Hari Berbagi 5 ditutup dengan doa.
Selesailah rangkaian Hari Berbagi 5. Baru setelah itu para relawan berfoto-foto. Saya berada di antara Bu Evi dan Teh Inez. Anehnya, sesi foto para motivator diiringi backsound Pamit dari Tulus yang diputarkan dari notebook milik salah satu relawan.
Puas berfoto, kami duduk dan brieffing lagi. Brieffing penutupan tak kalah serunya. Kami membahas banyak hal, tak lupa melontarkan banyak candaan. Candaan seperti tak ada habisnya di sini. Dan kami tak ragu untuk tertawa atau tersenyum lepas. Saya senang dan bahagia bersama mereka. Diputuskan bila next project akan dilakukan Bulan September. September! Pas ulang tahun saya! Semoga tanggal 9, makin pas tuh...hehehe. Dan Ketua Panitia untuk project berikutnya adalah...Kang Erwin. Good luck, kakak Psikolog-ku. Akang pasti bisa.
Di perjalanan pulang, hari sudah sore. Lagi-lagi saya ditemani History-nya One Direction. Saya berpikir, banyak hal positif yang bisa diambil dari Hari Berbagi dan Komunitas Bisa. Ikut Komunitas Bisa itu ballance. Dengan kami mendatangi sekolah-sekolah di daerah pelosok, kita melihat ke bawah. Dengan berkumpul bersama anggota Komunitas Bisa yang terdiri dari berbagai latar belakang dan pekerjaan, kami melihat ke atas. Kami yang memotivasi, tapi justru kami yang termotivasi oleh semangat dan cita-cita para murid itu. Kami belajar bersyukur dan berbuat kebaikan dengan tulus. Komunitas Bisa juga mengajarkan untuk menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian, empati, kepedulian, dan kepekaan sosial. Tak ada hal negatif yang saya dapatkan di komunitas ini. Hanya hal-hal positif yang saya dapatkan. Terlebih, sepertinya saya anggota termuda di sini. Saya bisa belajar banyak dari mereka. Mereka kakak-kakak saya, keluarga saya, inspirasi saya. Saya jadi tergerak menulis novel tentang Komunitas Bisa. Setelah PSM, kenapa nggak coba Komunitas Bisa? Iya tho?
So, terima kasih buat hari ini. Pertemuan dengan Komunitas Bisa sungguh menyenangkan. Semoga kita bisa segera bertemu lagi. Thank you, danke, syukran, merci beaucoup, arigato, matur nuwun. Kang Renza, Kang Erwin, Teh Inez, Bu Evi, Teh Nita, dan semuanya, saya pasti akan merindukan kalian. Kang Oki, Kak Faisal, Kang Gandhi, Pak Indra, dan lainnya, semoga kalian bisa ikut di next project.
Saya kesusahan meng-upload foto-fotonya.. Semoga di www.komunitasbisa.org sudah di-upload.
Semangat bisa!
Cita-citaku,
Aku yakin
Aku bisa,
Harus bisa,

Pasti bisa!