Jumat, 10 Juni 2016

Saat Memaafkan Menjadi Teknik Hipnoterapi

Ada yang beranggapan memaafkan itu mudah. Ada pula yang berpendapat memaafkan itu susah. Mudah-tidaknya memaafkan sesungguhnya datang dari diri sendiri. Mesti ada kemauan dan niat yang tulus untuk memaafkan kesalahan orang lain.
Manusia bukanlah makhluk tanpa cela. Dalam hidupnya, selalu saja ada kesalahan yang diperbuat. Baik sengaja atau tidak. Karena kodrat manusia itulah, pintu maaf semestinya dibuka lebar.
Tak dinyana, ternyata memaafkan dapat pula diaplikasikan dalam hipnoterapi. Tekniknya dinamakan forgiveness therapy.
Dari percakapan telepon saya dengan seorang hipnoterapist yang telah banyak mengajari saya selama dua bulan ini, forgiveness therapy ini bermanfaat bagi psikologis orang yang memaafkan. Manfaatnya bukan terletak pada orang yang dimaafkan. Kondisi psikologis mereka akan lebih baik. Rasa benci, kesal, marah, dan kecewa akan lenyap. Praktis berbagai emosi negatif tak lagi dirasakan. Sebagai gantinya, perasaan positif yang akan mengisi jiwa dan pikiran kita.
Sayangnya, terdapat kendala dalam menjalankan terapi memaafkan. Seberapa besar kemauan si klien untuk memaafkan? Apakah presentase kemauannya besar, kecil, atau tidak ada sama sekali. Harus ada kesadaran dan kemauan kuat dari klien untuk memaafkan.
Cara membangkitkan kemauan untuk memaafkan yakni dengan melihatnya dari sisi positif. Banyak sisi positif dari memaafkan. Pertama, menghapus pikiran dan emosi negatif. Kedua, meringankan perasaan yang awalnya diberati kebencian dan permusuhan. Ketiga, menyembuhkan sakit hati. Keempat, memupuk keikhlasan.
Dr. Frederic Luskin dalam bukunya, Forgive for Good, memaparkan keuntungan dari sifat pemaaf. Terbukti sifat pemaaf menjadi resep ampuh untuk kesehatan dan kebahagiaan. Sifat pemaaf dapat memicu kondisi positif berupa kepercayaan diri, kesabaran, dan harapan. Keadaan positif itu bisa tercipta setelah dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, menurunnya semangat, dan stress.
Masih menurut Dr. Luskin, kemarahan yang terpelihara dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik. Bila kita terus-menerus merasakan amarah, maka adrenalin akan terbakar dan membuat kita sulit berpikir jernih. Keadaan tersebut baru teratasi dengan sifat pemaaf.
Saya pribadi setuju dengan pendapat Dr. Luskin. Terlebih setelah menerapi seorang kawan saya. Ia sulit memaafkan orang lain dan terus-menerus menumpuk dendam dalam hatinya. Lalu saya tanyakan apa reaksi fisik yang dia rasakan. Dia menjawab, kepala sangat sakit bahkan terasa mau pecah. Hati pun tak tenang. Dari sini, pelan-pelan saya mengajaknya untuk merenungi dampak negatif dari menumpuk dendam dan menolak memaafkan. Saya juga mengajaknya melihat, adakah dampak positif dari menyimpan dendam itu? Dia menjawab tidak ada. Saya pun mencoba menarik kesimpulan dari dirinya sendiri, bahwa menyimpan dendam, kebencian, dan kemarahan hanya menimbulkan dampak negatif. Dampak negatifnya bukan hanya secara psikologis, melainkan juga secara fisik. Sebaliknya, jika sifat pemaaf dimunculkan dan dendam dihilangkan, yang dirasakan ialah dampak positif.

So, di sini saya mengajak Anda semua untuk memaafkan. Memang tak mudah pada awalnya. Apa lagi bila masalah yang dialami tergolong besar. Namun percayalah, jika ada niat dan kemauan yang tulus, semuanya akan menjadi mudah. Mari tumbuhkan sifat pemaaf dalam diri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar