Senin, 28 Januari 2019

Surat untuk Allah yang Selalu Punya Waktu

Dear Allah,
Allah Yang Maha Cinta, kutahu Engkau selalu punya waktu untukku. Bukan hanya untukku, tapi waktu untuk seluruh makhluk ciptaanMu di alam raya dan langit.
Aku ingin konseling padaMu, ya Rabb. Dari pada ke psikolog, aku titipkan saja keluhanku padaMu.
Ya, Allah, kau tahu? Akhirnya pintu di RRI tertutup untukku. Sandiwara radio itu gagal dengan diplomasi yang memuakkan. Berputar-putar dan terlalu panjang.
Sedih? Sangat. Bukan karena harapanku terlalu tinggi, tapi karena mereka menghempaskanku. Mereka sendiri yang menawarkan, tapi mereka juga yang membantingku. Itu rasanya sakit.
The door closed.
Aku sedih. Sepertinya tak ada lagi pintu yang kan terbuka untukku.
Aku juga takut, ya Allah. Aku sering mengkhawatirkan malaikat tampan bermata sipitku. Rasanya dia begitu jauh dariku. Diriku takut kehilangannya.
Serasa aku teramat jauh dengannya. Padahal aku ingin dekat. Tentu Kau mengerti maksudku, ya Allah.
Bukan perbedaan rentang usia yang kupermasalahkan. Tapi perbedaan jalan. Aku masih berbeda jalan dengannya. Aku takut hanya dipertemukan dengannya di dunia. Aku ingin dipertemukan lagi bersamanya di akhirat. Tapi mungkinkah...?
Aku tak berani berharap, ya Allah ya Latif. Aku tak berani menaruh harapan pada pria yang seluruh hidupnya berputar pada keluarga intinya saja. Percuma, Ya Latif. Percuma. Aku hanya bisa begini. Menyepi dan menitipkannya padaMu.
Ya Allah, ya Jabar, aku mau jujur padaMu. Aku cemburu, cemburu sekali pada kakaknya. Bisa-bisanya aku kalah dengan perempuan yang sangat biasa dan tidak cantik. Mengapakah semua yang terbaik belum tentu jadi pemenang?
Diri ini sudah lelah dijegal. Di RRI, ada pria baik tapi dikelilingi wanita-wanita buruk. Mungkin juga malaikat tampan bermata sipitku begitu. Aku tak mudah percaya orang sebelum benar-benar mengenalnya.
Hatiku didera pesimistis, ya Allah. Pesimistis tentang rangkaian impianku ingin mengadaptasi karyaku ke dalam bentuk film. Semua pintu seolah tertutup rapat untukku.
Aku merasa semuanya sia-sia, Ya Qudus. Aku merasa Tahajud-tahajudku di sepertiga malam, memberi makan orang miskin tiap hari sia-sia saja di mataMu. Maaf ya Allah, aku terlalu banyak mengeluh.
Oh ya, aku juga takut my Ronald Wan dikremasi. Aku tak rela bila orang yang kucintai, salah satu malaikat hidupku, berakhir menjadi abu. Aku takut. Ini bagian dari rasa takut kehilangan.
Ketakutanku akan kehilangan dirinya teramat besar. Disusul gelembung balon kesepian. Aku benar-benar didera ketakutan besar. Sulit, sulit bagiku mengatur pikiran. Bayangan tentang mutasi gen kanker, rasa sakit, dan kehilangan malaikatku berkelebatan di pikiran. Sering aku berpikir. Lebih baik aku berumur pendek dari pada kehilangan kekasihku.
Ya, Allah, aku takut kehilangannya di tengah perjalanan waktu. Aku takut kesehatannya tergerus usia. Sungguh, aku takut.
Ku teringat kisah nabi Yusuf. Nabi Yaqub berkata bahwa Engkaulah penjaga terbaik. Voila, Nabi Yusuf dikembalikan pada Yaqub. Maka, saksikanlah doaku: aku titipkan orang-orang yang kucintai padaMu, ya Allah. Kumohon jagalah mereka. Berikan untukku bila waktunya tepat.
Aku tak berani berharap apa pun. Kecurigaan tumbuh di hatiku. Keluarganya terlalu ikut campur urusan hidupnya, mengekangnya, dan mencegahnya bersatu denganku. Bila kecurigaanku benar, lebih dalam luka hatiku.
Aku memang tidak pantas diterima dalam keluarga mana pun. Memang berbahaya bila pria teerlalu dicampuri urusan hidupnya oleh keluarga, terutama ibunya. Terlebih si pria sudah lebih dari dewasa untuk membangun hidupnya dan cabang keluarganya sendiri. Itu yang kusedihkan dan kutakutkan.
With love,

Young Lady cantik bermata biru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar