Yang namanya ketinggalan pesawat memang nggak enak. Risiko-risiko yang dihadapi juga perlu dipikirkan saat kita ketinggalan pesawat. Misalnya, harus cari penerbangan lain, budget yang kita keluarkan mesti bertambah dua kali lipat, dan waktu yang terbuang sia-sia. Nggak enak, kan?
Saya sendiri punya pengalaman nyaris ketinggalan pesawat. Ceritanya sekitar bulan Februari lalu saat saya melakukan perjalanan ke Bengkulu dan berencana pulang ke Bandung pada hari Minggu pagi.
Di hotel Madeline, sejak pagi segalanya berjalan lancar. Saya dan Mbak Sara,-kakak pertama saya, bangun pukul lima pagi. Shalat Shubuh, mandi, terus sarapan. Waktu jam menunjukkan pukul 6 pagi, kami siap-siap sarapan. Waktu itu Mbak Sara sempat liat tiket penerbangan kami, juga schedule-nya.
"Dek, inget ya nanti pesawatnya boarding jam sembilan." Begitulah kakak saya mengingatkan.
Saya mengangguk saja, soalnya dapat dipastikan saya akan ingat terus hal sepenting itu. Kamipun mulai sarapan. Selesai breakfast yang comfortable itu, saya dan Mbak Sara kebali ke kamar. Sekali lagi check and rechek barang-barang kami. Ransel, buku-buku, handphone, laptop, dan oleh-oleh, semuanya udah dimasukkin. Siap, tinggal berangkat aja.
Jam setengah sembilan, mulailah terjadi masalah. Beberapa orang teman saya, yang kebetulan orang Palembang dan mau pulang hari itu juga dengan pesawat, ajak saya ngobrol. Mereka minta diajari cara menulis dan membaca huruf Braille. Sebagai gadis ang berjiwa sosial dan open minded, tentunya saya ajari. Toh saya senang bisa berbagi ilmu dengan mereka. Luar biasa, kekuatan hafalan mereka menakjubkan! Dalam waktu relatif singkat mereka bisa membaca dan menulis Braille! Saya amazed dan bertepuk tangan saking senangnya. Inilah kepuasan tersendiri ketika bisa membagi ilmu pada orang lain.
Saya begitu larutnya dalam bahagia hingga tak menyadari betapa cepat waktu berjalan. Di sisi lain, Mbak Sarapun sibuk dengan kegiatannya. Dia malah lagi telepon-teleponan gitu sama temennya yang di Jakarta. Masya Allah, kami sungguh lupa waktu.
Pukul sembilan kurang seperempat, saya dikejutkan oleh seruan tertahan Mbak Sara. "Dek, cepetan dek! Kita harus check out sekarang! Nanti kita ketinggalan pesawat!"
Saya spontan kaget. Alat tulis Braille saya nyaris terjatuh. Buru-buru saya merapikan alat tulis dan kertas yang bertebaran, lalu berlari mendekati kakak saya, kamipun keluar hotel dengan luapan kepanikan.
Tak punya pilihan lain, saya dan Mbak Sara naik bis ke bandara Soekarno-Fatmawati. Udah bisnya jalannya pelaaan banget. Entah berapa speed-nya. Dalam hati saya terus berdoa biar kami nggak ketinggalan pesawat.
Di tengah perjalanan, hal lucu terjadi. Smartphone di tangan Mbak Sara berbunyi. Ternyata oh ternyata...itu SMS dari Mama. Isinya:
"Mbak, udah dimana? Mama, Papa, sama Dek Fondha udah di Soekarno-Hatta airport. Nanti kalian di terminal 1C kan?"
Saya dan Mbak Sara terpana. Antara kaget dan ingin tertawa. OMG! Penerbangan Citilink yang akan kami tumpangi baru tiba di Soeta airport pukul setengah sebelas, tapi seluruh keluarga udah stay di sana sejak pukul sembilan. very very dilligent, right?
Perjalanan yang mendebarkan itu akhirnya selesai. Kami tiba di Soekarno-Fatmawati airport pukul sembilan tepat. Saya dan Mbak Sara langsung marathon ke ruang check in. Nggak peduli diliatin banyak orang, nggak peduli ditanyain sama petugas pake bahasa Bengkulu. Yang penting kami terus lari ke ruang check in.
Entah keberuntungan atau musibah, pintu check in room hampir ditutup! Untungnya petugas maklum dan kami segera check in. Barang-barang diperiksa pake detektor. Beberapa tas dan oleh-oleh dimasukkan ke bagasi. Alhamdulillah, proses check in lancar.
Meski selesai check in, tetap saja saya dan Mbak Sara waswas. Kami marathon lagi ke tempat parkir pesawat. Jaraknya jauh dan harus pake eskalator. Di sela-sela aktivitas berlari, saya dengan innocent-nya masih sempat bertanya.
"Mbak, kira-kira WiFi di sini cepet nggak ya?"
Tentu saja Mbak Sara tertawa dan menjawab, "Kita udah mau boarding, Dek. Kok masih sempet nanya WiFi?"
Sekitar sepuluh menit kemudian, akhirnya kami masuk ke pesawat. Nyari tempat duduk, dan akhirnya nemu kursi sesuai nomor yang diberikan pas check in tadi. Alhamdulillah, kami nggak jadi ketinggalan pesawat. Kalo beneran ketinggalan, entah apa yang akan terjadi. Mungkin kami baru balik ke Bandung (ke Jakarta dulu tepatnya, dari sana baru pulang ke Bandung pake mobil pribadi bareng ortu) besok pagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar